Pondok Pesantren Hidayatullah Ternate menerima dan menyalurkan zakat, infaq, sedekah, fidyah, dan wakaf tunai Anda kepada yang berhak. Informasi lebih lanjut hubungi WA Center +62 812-4852-7607

Ust. Mardhatillah: Tiga Bekal Menjadi Kader Unggul


Oleh: Ust. Mardhatillah*

Dalam tausiyah ba'da shubuhnya, ust. Mardhatillah menyampaikan: Setiap kader—terlebih para pengurus dan fungsionaris Hidayatullah—harus memiliki setidaknya tiga hal mendasar: ruhiyyah (tauhid) yang kuat, ilmu yang memadai, dan adab atau akhlak yang luhur. Tiga fondasi inilah yang menentukan kualitas seorang kader dalam menapaki jalan perjuangan.

Kader Hidayatullah harus tuntas memahami dan mengamalkan GNH (Gerakan Nawafil Hidayatullah), mulai dari tauhid hingga ilmu yang menjadi dasar amal. Sebab, siapa pun yang tidak menghargai hasil musyawarah, sesungguhnya ia telah mencederai adab dan merusak nilai kebersamaan.

Surah Al-‘Alaq seharusnya landing pada diri kita—menjadi pemantik kesadaran untuk terus membaca, belajar, dan mengembangkan diri. Diikuti oleh Al-Qalam yang memberi kita konsep dasar tentang hidup ber-Qur'an dan berperadaban ilmu.

Maka wajar bila seorang kader Hidayatullah mestinya rindu membaca Al-Qur’an, sebab kemuliaan manusia dibanding makhluk lainnya terletak pada bagaimana ia ber-Qur'an atau terinternalisasi nilai wahyu. 

Siapa yang jauh dari Al-Qur’an, dalam istilah sebagian ulama, seperti “kehilangan kewarasan ruhani.” atau dalam kata yang lain di internal Hidayatullah disebut sebagai "orang yang gila", ujarnya.

Kemudian turun surah Al-Muzzammil sebagai instrumen, media dialog dengan Allah, ber-Qiyamullail. Namun ada yang siang harinya penuh aktivitas, kreatif, dan produktif, tetapi malamnya tak pernah bermunajat kepada Allah, maka Allahuyarham KH. Abdullah Said pernah mengingatkan: 

“Jangan-jangan engkau hanya memperalat kesuksesan dalam Lembaga Perjuangan ini.” Padahal kader sebagai agen perubahan membutuhkan energi ruhani, dan itu bersumber dari Qiyamullail Ujar ust Mardhatillah menulis pernyataan pendiri Hidayatullah tersebut.

Ada tiga hal yang harus dipahami dan menjawab setiap kader apatahlagi sebagai pengurus struktural yaitu:

1. Konsolidasi Jatidiri

Saya mengelaborasi konsolidasi jatidiri meliputi: Sistematika wahyu sebagai landasan berpikir dan bertindak. Setiap kader harus paham tentang 6 jatidiri Hidayatullah itu. Konsolidasi Manhaji ini harus diawali dengan pemahaman mendasar tentang kultural Lembaga secara “tekstual dan kontekstual”. 

Karena jati diri Hidayatullah menjadi “kultur sakral” lembaga yang harus terus ditingkatkan (up-grade) baik kader terlebih pengurus struktural. 

2. Konsolidasi Organisasi

Setiap kader dan Pengurus Wilayah harus lebih progresif dalam menjawab tantangan Lembaga dan ummat. Kebutuhan pembangunan SDI Kader dan pemahaman tentang peraturan organisasi serta menjawab tantangan ekspansif dakwah eksternal menjadi satu hal yang terus di-upgrade. 

Demikian juga tertib administrasi, agar seluruh aset dan harta lembaga tercatat rapi, karena manajemen yang jelas, dengan pembagian tugas yang terstruktur, maka akan lahir kepemimpinan yang berkarakter, yang menggerakkan bukan hanya mengarahkan, sehingga terjadi keselarasan kultural dan struktural, agar gerakan berjalan efektif.

Membangun organisasi yang kokoh ibarat menyatukan lidi menjadi sapu: setiap anggota memiliki peran penting. Maka setiap jamaah harus menjaga kebersihan hati, pikiran, dan perilaku.

Kader Hidayatullah harus profesional dalam urusan-urusan lembaga dan semua hal, namun tetap profetik dalam sikap dan orientasi hidupnya. Keunggulan kader terletak pada kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan inovatif.

Shalat malam bukan sekadar aktivitas untuk kemudian tidur, tetapi momentum merancang proposal program perjuangan. Tadarus Al-Qur’an adalah proses menyusun protokol arah gerak, sementara shalat dhuha merupakan langkah merealisasikannya.

Yang tua hendaknya dihargai, yang muda hendaknya dihormati. Semua harus memahami tupoksi masing-masing. Dan bila ada kader yang gemar menyalahkan pimpinan terus-menerus, itu tanda ia belum belajar dari jejak sirah Nabi dan para sahabat.

Lihatlah empat sahabat utama—Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali—serta sahabat lainnya. Mereka semua memiliki potensi dan keahlian masing-masing, diberi ruang oleh Nabi SAW, dan tetap saling menghargai serta menghormati karena telah tersibghah oleh nilai-nilai wahyu.

3. Konsolidasi Wawasan

Tradisi keilmuan bilhikmah terus dibangun dan didukung baik secara kebijakan organisasi maupun kultural kelembagaan. Kita hidup di zaman strawberry generation, namun kader tidak boleh bermental strawberry/rapuh. 

Hidayatullah adalah rumah besar kita; maka bawalah lembaga ini dengan baik, benar, dan penuh tanggung jawab. Kader harus unggul dalam kinerja sekaligus unggul dalam akhlak.

Karena itu, harus dibuka ruang bagi setiap kader untuk mengekspresikan potensi, berelaborasi dengan kompetensinya, dan berkontribusi untuk kemajuan Lembaga Perjuangan.

*Penulis adalah salah satu Perintis-Pelanjut Hidayatullah Ternate