Oleh: Ust. Nasri Bohari*
Perjalanan kapal feri Ternate–Sofifi pagi itu terasa teduh oleh cuaca yang sejuk. Keteduhan itu seolah menyatu dengan perasaan saat mata memandangi Gunung Gamalama di Ternate. Ia berdiri perkasa, bermahkota awan putih, ditopang kaki gunung yang kokoh menghunjam hingga ke dasar laut.
Gamalama memancarkan keindahannya dari berbagai sudut. Ia menjadi latar mempesona yang mengampi banyak gambar ikonik. Tak terhitung jumlah wisatawan yang memanfaatkan momen tersebut untuk berswafoto (Selfie), mengabadikan keagungan alam yang tak lekang oleh waktu.
Organisasi, pada hakikatnya, layaknya sebuah gunung: kokoh dari dalam dan perkasa terlihat dari luar. Pondasi sejarah dan spiritualitasnya menjadi penopang utama kebesarannya. Kekuatan itu bukan hadir seketika, melainkan terbangun dari proses panjang, nilai, dan pengorbanan.
Pondasi sejarah tersebut tak pernah boleh terlupakan oleh generasi penerus. Ia senantiasa tertanam dan menghunjam kuat, berisi nilai dasar ibadah dan pengorbanan tanpa pamrih yang diwariskan oleh integritas para kader perintis. Dari merekalah ruh perjuangan terus hidup dan berdenyut.
Kecepatan kemajuan organisasi mampu diestafetkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Para newcomer, dengan beragam keterampilan dan ilmu yang relevan, memposisikan diri sebagai pelanjut estafet perjuangan. Mereka hadir bukan untuk menggantikan sejarah, tetapi untuk menguatkannya.
Seorang newcomer memahami posisi ke-yuniorannya. Ia tak lupa berguru kepada para senior pendahulu, belajar tentang makna kebahagiaan dalam pengorbanan. Dari sana, ia memacu diri untuk meneladani ghirah dan semangat para senior.
Semangat itu terus dipicu agar tak pernah kendur untuk belajar dan belajar, mengasah keterampilan serta memperluas ilmu. Semua dilakukan agar mampu berperan lebih besar dalam jihad tarbiyah dan dakwah yang terus bergerak dinamis mengikuti tantangan zaman.
Satu komitmen utama terhadap organisasi adalah menjadikannya terus melejit—semakin besar dan semakin berpengaruh—namun tetap berpijak pada kekokohan visi dan sejarah. Karena kebesaran organisasi tak pernah lepas dari peran dan jasa besar para pendiri, perintis, dan senior yang telah menanamkan pondasi visi, serta mewariskan sejarah keikhlasan dan semangat jihad tanpa batas.
Menjadi semakin berhikmah ketika kita merenungkan firman Allah dalam QS. Ibrahim ayat 24:
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit.”
Kebesaran organisasi dan meluasnya pergerakannya ibarat pohon yang berorientasi benar. Sebagaimana Rasulullah ï·º memiliki orientasi dakwah yang luas dan jauh ke depan, demikian pula organisasi harus tumbuh dengan arah yang jelas dan tujuan yang mulia.
Dengan menapaktilasi sejarah awal Rasulullah ï·º dalam membangun peradaban Islam di Mekkah dan Madinah, akar sejarah organisasi ini menjadi teguh dan kokoh, bervisi ideal, serta ditopang oleh pengorbanan dan keteladanan para senior.
Para senior yang sejatinya sukses adalah mereka yang mampu mencetak generasi penerus: generasi yang memahami visi, tidak melupakan sejarah, dan mampu mempercepat ritme jihad dengan bekal ilmu serta keterampilan mutakhir yang dibutuhkan di masa depan.
Organisasi yang baik ibarat gunung atau pohon. Ia memancarkan pesona keindahan, kesejukan akhlak, serta ukhuwah di antara pengelola dan jamaahnya. Gerakan dan programnya tertata rapi, terkelola dengan baik, dan berjalan penuh keberkahan.
Niscaya kebesaran nama dan keharuman popularitas organisasi tersebut akan mempesona siapa pun yang ingin belajar darinya. Orang-orang ingin mendekat, ingin “mengambil gambar” berlatar organisasi itu, bahkan dengan tulus dan sukarela berharap dapat didaftarkan sebagai bagian dari barisan perjuangan.
Ini bukan mimpi di siang bolong. Ini adalah lintasan inspirasi dan opsesi yang mengalir di atas feri menuju Sofifi, Ibu Kota Maluku Utara.
*Penulis adalah Ketua DPW Hidayatullah Maluku Utara 2025-2030

