Pondok Pesantren Hidayatullah Ternate menerima dan menyalurkan zakat, infaq, sedekah, fidyah, dan wakaf tunai Anda kepada yang berhak. Informasi lebih lanjut hubungi WA Center +62 812-4852-7607

Akar Kecerdasan Komunikasi ialah Ketenangan Hati


Sering kali masalah antar individu berawal dari komunikasi yang tidak sejalan. Ada yang ingin serba cepat, ada pula yang berpikir ideal. Satu menuntut hasil sempurna, yang lain mengutamakan hasil cepat. Perbedaan itu kerap muncul dalam kalimat yang tak rapi, ditambah intonasi seolah menghakimi. Menghadapi kondisi seperti ini, yang paling dibutuhkan adalah ketenangan hati.

Sebagai ilustrasi, betapa ketenangan hati adalah kunci bisa kita lihat kondisi anak yang belajar pidato. Saat persiapan ia membaca sebanyak mungkin referensi. Ia pun berupaya mengingat semua kata kunci yang ia himpun.

Namun, kala tampil di podium, hatinya gelisah dan tidak tenang, semua persiapan yang sudah cukup “ideal” pun sirna seketika. Demikianlah hati, kalau dia tidak tenang, semua kecerdasan akan goyang bahkan goyah. Apalagi kalau hati sampai “meradang” maka semua bacaan akan sirna dari memori. Kalimat-kalimat yang muncul pun menjadi tak terkendali.

Oleh karena itu, Nabi SAW memberikan rumus jelas. Demi ketenangan hati, kalau kamu marah, berwudhulah. Kalau kamu marah dalam keadaan berdiri, segeralah duduk. Semua itu adalah cara penting agar seseorang tak terjebak nafsu amarah.

Mendengar Radar Hati Terbaik Langkah supaya hati stabil, ketika berinteraksi dengan orang lain usahakan siap mendengar. Mendengar artinya coba memahami ucapan orang lain dengan sebaik-baiknya, dari semua sisi.

Dengan demikian, kala tiba waktu kita berbicara, yang kita lakukan bukan gantian berbicara, tapi kita menjawab apa yang orang lain sampaikan dengan perspektif yang lebih segar dan membantu atau bahkan menjawab.

Secara hubungan sosial, langkah itu akan membuat orang lain merasa berharga bertemu dengan kita, dialog bersama kita dan duduk bersama kita. Pertanyaannya, bagaimana kita bisa melatih keterampilan mau mendengar? Mulailah dengan mendengarkan ayat-ayat suci Alquran. Baik yang bentuknya tilawah maupun kajian-kajian tafsir Alquran.

“Sesungguhnya orang yang membaca Alquran mendapatkan satu pahala dan orang yang mendengarkannya mendapatkan dua pahala.” (HR. Darimi). Oleh karena itu jangan padamkan potensi telinga sebagai radar terbaik bagi akal dan hati manusia.

Ucapkan kalimat yang baik ketika seseorang mampu dan mau mendengar dengan baik, potensi untuk memahami maksud dari perkataan orang lain sangat tinggi. Dengan begitu ia tidak akan terjebak pada emosi, tapi fokus pada substansi.

Nah, ketika itu terjadi dalam diri seseorang, maka ia akan mampu merespon dengan memberikan atau mengeluarkan ucapan yang baik. Kalimat-kalimatnya akan sangat positif. Dan, itu akan sangat membantu keselamatan hidup dari iman kita sendiri.

Karena Nabi SAW bersabda, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, ia akan berjuang untuk bisa berkata baik atau diam. Kalau cara kita berinteraksi, lebih spesifik berkomunikasi dengan orang lain melalui cara-cara yang baik dengan ketenangan hati yang kuat, maka insya Allah kita bisa menjadi orang yang menebar kebaikan.

Namun, kalau kita timbang-timbang masih mudah terseret emosi, maka kurangilah intensitas berbicara. Jangan sampai kita terbakar oleh ucapan sendiri.

Dan, perkuatlah latihan mendengar dengan seksama, sehingga kita bisa selalu menemukan solusi bukan malah menjadi penambah frustasi orang lain. Itulah orang yang cerdas dalam komunikasi (*Sumber: Mas Imam Nawawi)