Pondok Pesantren Hidayatullah Ternate menerima dan menyalurkan zakat, infaq, sedekah, fidyah, dan wakaf tunai Anda kepada yang berhak. Informasi lebih lanjut hubungi WA Center +62 812-4852-7607

Energi Al-Muzzammil, Nyalakan Ghiroh Para Pendidik


Pada tanggal 26 September 2005, ini pertama kalinya saya menginjakkan kaki ditanah rantau Melayu tepatnya di kota Batam, di sebuah pesantren yang gak begitu ramai, dengan jalanan berlumpur kami tinggal di rumah papan yang cukup sederhana.

Tempat inilah suami saya mendapat amanah mengajar di Sekolah Dasar (SD). Batam merupakan kota industry yang begitu prospektif. Banyak pegawai yang diambil dari berbagai daerah Jawa dan banyak juga penduduk Batam yang berlomba-lomba memilih sebagai karyawan sebuah perusahaan dibanding dengan pekerjaan lainnya, karena kala itu secara ekonomi cukup membuat kehidupan sejahtera.

Hampir dikatakan susah mencari Orang yang berminat untuk mengabdikan dirinya di dunia Pendidikan sebab secara ekonomi dinilai kurang untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidup, dalam hati saya sepertinya Batam ialah kota yang sangat cocok untuk mewujudkan impian saya menjadi seorang pengusaha yang diimpikan sejak dibangku kuliah pada Fakultas Ekonomi jurusan Perbankan Syariah.

Melihat peluang bekerja di perusahaan, rasanya ingin juga berkarir disana supaya dapat mengumpulkan modal dengan cepat untuk berbisnis, sebab disini sangat sedikit dijumpai penjual busana muslim ataupun barang-barang kebutuhan rumah tangga lainnya.

Keinginan bekerja di perusahaan tersebut begitu menggebu-gebu, sambil ngobrol santai, saya ungkapkan keinginan ini kepada suami tercinta, lalu beliau menanggapinya dengan santai. Bagaimanakah dengan lingkungannya disana nanti. Tentu tidak islami kan, Tanya suami. “Ya, berarti tidak diizinkan, kata saya dalam hatidengan sedikit kecewa sambil memahami maksud dari perkataan tersebut.

“Boleh, asal jadi Guru saja,” kata suami saya. Astagfirullah, saya menghela nafas dan mencoba melupakan semua impian yang pernah ada. Sebagai istri yang sholihah maka tiada jawaban lain selain “Sami’na wa atho’na” (Dengar dan taat)

Mulailah saya mendapat amanah baru sebagai guru di Sebuah Madrasah dan berbekal pengalaman mengajar anak jalanan di Surabaya, tetapi tetap saja rasanya jantung saya mau copot, betapa kagetnya saya melihat anak-anak murid SD di Batam yang perilakunya menurut saya luarbiasa.

Dari sikap dan cara bicaranya sungguh tak pernah saya bayangkan, nada bicaranya cukup tinggi seperti tidak ada sopan-santunya terhadap guru. Hari demi hari menjadi suatu pemikiran yang luar biasa, bagaimana caranya saya harus bisa mendidik mereka.

Mengajarkan etika dan Adab terhadap seorang murid, berusaha sedekat mungkin dengan mereka, bahkan hampir setiap sore sepulang mereka sekolah saya dan suami melakukan kegiatan home visit ke rumah – rumah mereka, alhamdulillah usaha ini tidak sia-sia, dengan izin Allah Saya bisa lebih dekat dengan mereka dan sedikit demi sedikit bisa menanamkan akhlaq yang baik kepada mereka.

Tahun kedua di Batam saya mendapat Amanah menjadi Wali kelas enam. Semula sedikit ada perasaan Bahagia, sepertinya tidak separah sebelumnya karena anak-anak sudah besar dan sudah mulai mengerti sopan-santun serta bisa diajak diskusi tentang hal-hal yang baik, itu yang terlintas dibenak saya, tapi ternyata mereka jauh lebih parah dari segi akhlaqnya dibanding dengan anak-anak kelas dua yang saya tangani sebelumnya.

Kelas enam adalah masa-masa pubertas, yaitu masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dimasa- masa inilah mereka mulai ingin mencari jati dirinya. Hampir setiap hari mereka melakukan hal-hal yang sedikit aneh untuk mencari perhatian. Saat Pelajaran berlangsung, tiba-tiba ada seorang anak yang hobinya menyanyi, dia menyanyi sekeras-kerasnya tanpa mau ditegur.

Jika kita menegurnya bertambah-tambah jadi suaranya. Keesokan harinya saat jam Pelajaran berlangsung mereka yang laki-laki tiba-tiba saja mengeluarkan bola dengan asyiknya mereka bermain bola di kelas. Saat mereka dinasihati dengan baik- baik, mereka cuek saja.

Maka dengan tegas saya sampaikan kepada mereka, “jangan bermain bola di kelas, kalau masih tetap juga ingin bermain bola, silahkan keluar, dengan Bahasa itu pasti mereka tidak akan berani bermain bola lagi, bisikku dalam hati, namun ternyata sungguh diluar dugaan.

Tiba-tiba mereka berlari semua keluar kelas dan dengan asyiknya melanjutkan bermain bola di halaman sekolah. Astagfirullah, saya menghela nafas panjang. Bingung tidak tau harus gimana lagi, tidak hanya sampai disitu. Suatu Ketika saat bel masuk kelas setelah berbunyi, saya dapati mereka asyik bermain bola Kembali didalam kelas.

Dengan tegas saya katakan kepada mereka, “Tendang yang kencang Bang!” Pyar… Tiba-tiba terdengar suara pecahan kaca. Saya coba melihat seisi ruangan kelas, ternyata saya melihat sebuah jam dinding kacanya sudah pecah.

“Astagfirullah, mengapa kalian tendang bola begitu kencang, hingga memecahkan kaca jam dinding kita,” tanya saya. Hahaha… alhamdulillah kami berhasil, bukankah tadi Ustadzah yang suruh,” jawab mereka, dengan santai.

Saya terdiam sejenak, beristigfar sambil menstabilkan amarah yang sudah menuncak, saya berusaha agar tidak memarahi mereka, dan saya berusaha menghibur diri. Caranya, berkomunikasi dengan murid-murid yang Perempuan.

“Ayo sayang tolong bersihkan pecahan kacanya, ya!” Alhamdulillah mereka bersedia, setelah mereka mulai duduk diam barulah saya mencoba menanamkan akhlaq kepada mereka dengan sebuah cerita. Sebagian besar mereka spertinya larut dalam cerita yang saya sampaikan.

Namun masih terlihat beberapa anak laki-lakiyang dari raut wajahnya tampak tidak tersentuh sama sekali dengan cerita yang saya sampaikan. Sesampainya di rumah, saya terus berfikir bagaimana caranya bisa menanamkan akhlaq yang baik kepada mereka.

Saya sebut mereka dalam setiap munajat kepada Allah. Saya terus bermuhasabah, adakah yang salah dalam diri ini dalam mendidik mereka atau kurang dekatnya saya dengan Allah, sehingga mendidik mereka terasa begiti berat.


Hampir tiap malam saya bermuhasabah, saya ingat-ingat Kembali kenangan -kenangan indah semasa di Surabaya, mengapa saya bisa begitu menikmati menjadi seorang pendidik, kata-kata yang keluar dari bibir ini mendapat sambutan yang begitu menyejukkan di tengah-tengah mereka.

Ternyata benar ada sesuatu yang kurang dalam diri ini sebagai pendidik, yaitu tahapan ketiga dalam sistematika wahyu, perintah surah Al-Muzzammil ayat 1 – 10 (Sholat lail, membaca Al-Qur’an, berdzikir, tabattul ilallah, tawakal, sabar dan hijrah).

Terkait hal ini, setelah melahirkan anak pertama, saya mulai jarang melaksanakan dan bahkan bisa dikatakan tidak pernah lagi istiqomah melaksanakan perintah yang terkandung di dalamnnya. Padahal inilah bekal kita sebagai seorang pendiidik / pengasuh maupun murobbi sebelum tampil mendidik dan menyeru ummat  menuju jalan kebaikan. Karena begitu banyak janji Allah yang terkandung didalamnya.

Setelah tersadar akan kehebatan isi yang terkandung didalam surah Al-Muzzammil ayat 1-10 ini, mulailah saya paksakan diri agar bisa terbangun ditengah malam untuk melaksanakannya. Saya munajatkan kepada Allah, tuhan yang menguasai hati anak-anak kami.

Dengan deraian air mata saya mengadu kepada Allah agar diberi kemudahan dalam mendidik mereka, seraya berdo’a : Yaa Allah, mereka adalah generasi-generasi mujahid Islam, penerus perjuangan kami dimasa yang akan datang.

Jadikanlah mereka generasi-generasi yang hebat seperti para pendahulu kami Ibnu Sina, Muhammad bin Musa al-Khawarizmi, dan sultan Muhammad al-Fatih yang dengan iman dan ilmunya mereka mampu menaklukan dunia. Jadikanlah mereka kelak pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa. Jadikannlah kami seorang pendidik yang mampu menghantarkan mereka meraih ridho -Mu. Aamiin”

Alhamdulillah dengan istiqomah sholat lail terasa betul janji Allah yang terdapat di surah Al-Muzzammil, yaitu kita akan mendapat Qaulan tsaqila (perkataan yang berat) qaulan sadida (perkataan yang tegas), qaulan ma’rufa (perkataan yang baik), qaulan karima (perkataan yang mulia), qaulan baligha (perkataan yang sampai dan meninggalkan bekas) dan qaulan layyina (perkataan yang lemah lembut).

Hari demi hari terasa begitu indah.  Mereka begitu dekat dengan saya. Proses belajar mengajar berjalan dengan tertib. Sepulang sekolah mereka saya ajarkan membuat hiasan dari manik- manik, baik yang laki-laki maupun Perempuan, hal ini membuat saya semakin dekat dengan mereka dan ada perasaan Bahagia menjadi seorang guru yang sebelumnya cukup membuat saya ingin melarikan diri dari Amanah ini.

Suatu Ketika ada seorang murid, kebetulan dia tinggal di pondok. Sebut saja Namanya Abdul. Penyakit lama dia kambuh. Dia mulai bertingkah lagi, di sekolah ingin mencari perhatian teman-temannya. Dengan spontan temannya sendiri yang menegur. Ia merasa malu dan terdiam.

Dalam diamnya dibelakang saya, Abdul berkata kepada teman-temannya, bilang sama Ustadzah Muyassaroh, saya enggak takut sama dia. Memang dia siapa?” keesokan harinya qoddarullah, si Abdul tidak hadir ke sekolah karena ternyata habis sholat shubuh matanya bengkak dan tidak bisa melihat, dengan menangis bibirnya bergetar dab berkata, teman-teman tolong sampaikan permohonan maaf saya kepada Ustadzah, maafkan saya dan doakan saya agar bisa melihat dunia ini Kembali, saya berjanji akan menjadi anak yang baik.

Mendengar hal itu saya langsung mengunjungi kamar si Abdul. Saya katakana kepadanya, Abdul tidak ada suatu kejadian yang dengannya Allah tidak berikan suatu hikmah. Ustadzah sangat menyanyangimu. Tentu saja Ustadzah mendoakan semoga Abdul bisa sembuh dan bisa melihat Kembali.

Pesan Ustadzah, jika nanti Allah karuniakan Abdul sembuh, bersyukurlah dengan memanfaatkan sebaik mungkin seluruh anggota tubuh kita untuk kebaikan, dengan terdiam Abdul-pun menganggukkan kepalanya sambil diiringi air mata yang tak berhenti mengalir, Ujian sakit yang menimpa Abdul ternyata sangat berkesan bagi teman-temannya. Mereka berazam akan rajin belaajar dan beribadah kepada Allah agar kelak menjadi anak yang sukses dunia dan akhirat.

Melihat kesungguhan mereka, rasanya semangat menjadi pendidik semakin berkobar di hati ini. Hampir tiap malam saya berangkat lagi ke sekolah untuk menulis buku bagaimana caranya supaya mereka dapat memahami ilmu yang diajarkan di sekolah dengan mudah dan menyenangkan, terutama pelajatan matematika.

Alhamdullah dengan izin Allah dalam waktu dua bulan saya berhasil menulis dua buku matematika. Buku yang pertama, buku menghitung cepat (untuk penanaman konsep dasar matematika). Sementara yang kedua “Buku I Love Math” yang berisi cara mudah memahami dan mengingat rumus matematika dengan metode Super Genius Memory (SGM) dan disertai Latihan.

Proses penulisan buku ini sungguh meninggalkan sebuah kesan indah yang semakin menambah kesyukuran saya kepada Allah. Kisahnya saya pernah mendapat serangkaian angin duduk sebanyak dua kali.

Pulang Tengah malam dari sekolah karena tidak memiliki komputer pribadi, sampai di rumah baru duduk sebentar langsung badan ini terbaring di tempat tidur dengan merasakan nyeri di dada yang luar biasa sampai sudah berwasiat pada suami karena terasa mailakat Izroil sebentar lagi akan bertamu.

Namun setelah kejadian ini dan ternyata dengan kasih saying Allah saya masih diberi kesempatan untuk melanjutkan perjalanan hidup, saya semakin bersemangat berkarya Kembali membuat alat peraga pembelajaran dan materi pembelajaran dengan animasi di power point agar mereka lebih semangat belajar.

Alhamdulillah, tak hentinya saya lafadzkan Syukur kepada Allah. Saat pengumuman kelulusan ternyata mereka berhasil lulus dengan nilai sesuai dengan yang diharapkan. Bahkan diantara mereka dengan izin Allah, ada yang berhasil meraih nilai tertinggi se-kecamatan dengan nilai matematika-nya 100. Ternyata janji Allah itu benar.

Apa yang terdapat di Al-Muzzammil itu benar-benar terbukti. Allah akan hadirkan seribu inspirasi dalam diri kita dan Allah akan mengangkat kita ke tempat yang terpuji (Qs. Al-Isra’ ayat 79).


Kehadiran murid-murid ternyata membawa sejuta hikmah dalam hidup saya, yaitu Bersama mereka membuat kami semakin dekat dengan Allah. Semoga Allah menguatkan hati ini agar tetap istiqomah berjuang menuju ridho-Nya. *Dikutip dari Buku Sekolahku Perjuanganku “Al-Muzzammil, Energi dan Inspirasi Tak Bertepi” Kisah Muyassaroh [SDII Luqman al-Hakim Batam Kepulauan Riau]