Pondok Pesantren Hidayatullah Ternate menerima dan menyalurkan zakat, infaq, sedekah, fidyah, dan wakaf tunai Anda kepada yang berhak. Informasi lebih lanjut hubungi WA Center +62 812-4852-7607

Menghidupkan Kembali Kultur Yang "Hilang"


Lestarikan! Mungkin inilah satu kata yang patut disandingkan dengan kata Kerja Bakti. Kita _mafhum_ bahwa kerja bakti merupakan kegiatan mengerjakan suatu hal/pekerjaan secara bersama-sama oleh beberapa orang, dengan tujuan yang sama. 

Umumnya, masyarakat kita melaksanakan kerja bakti untuk membersihkan lingkungan atau mengerjakan suatu hal yang berkaitan dengan tradisi sosial.

Istilah kerja bakti tidak asing dalam tradisi masyarakat Indonesia. Bahkan, rutinitas kerja bakti hampir setiap pekannya dilaksanakan oleh masyarakat yang tinggal di perdesaan maupun perkotaan. 

Kegiatan ini penting dilakukan karena sebagai bentuk interaksi sosial kerjasama gotong royong di tengah masyarakat. Jenis dan ruang lingkup kerja bakti pun beragam, seperti di tempat kerja, kantor, masjid, sekolah maupun di lingkungan masyarakat.


Kultur Lembaga

Kerja bakti dalam konteks Lembaga Hidayatullah, tidak sekedar bekerjasama atau gotong royong biasa seperti terminologi pada umumnya. Akan tetapi lebih pada suatu proses pengkaderan membangun kultur jasadiyah Islamiyah seorang kader dan jama'ah. 

Adalah bagian terpenting dari pada proses pengkaderan, maka tak heran kemudian kita membaca sejarah awal perintisan kampus peradaban Gunung Tembak, sungguh luar biasa _concern_ Allahuyarham KH. Abdullah Said terhadap masalah kerja bakti. 

Ada istilah dengan KMM (Kuliah Muballigh/Muballighah) di mana setiap calon kader yang masuk sebagai santri, maka tak lepas dari proses pendidikan pengkaderan ini. Menariknya, tak tanggung-tanggung lalui proses ini, yakni hampir semua calon kader harus rela diceburkan di danau atau empang untuk menggali dan membersihkannya. 



Bahkan menurut ust. Khudri Yahya, sebagian calon kader (maaf) harus rela membersihkan kotoran sepiteng/tempat pembuangan hajat besar (buang air besar). Tujuannya tak lain adalah untuk menghilangkan _thogho_ (kesombongan). 

Hal ini secara manusiawi, tentu ada yang tidak mampu mentalnya, rasa geli, bosan, tidak semangat, futur dan bahkan ada yang "kabur" lari dari kampus. Terbayang tak punya masa depan. Hanya beberapa orang yang bisa bertahan, betapa ekstrimnya proses kaderisasi saat itu. 

Di tengah ketidakpastian "nasib" kala itu, pagi kerja hingga sore, makan seadanya (singkong, ikan teri/ngafi), istirahat hanya waktu makan dan sholat kemudian pada malam harinya harus duduk lama di masjid mendengar taujih/ceramah oleh Allahuyarham KH. Abdullah Said. Belum lagi sholat tahajjud (qiyamullail) sepanjang malam. 

Satu hal yang cukup unik, ketika pada siang hari meskipun mereka para kader bekerja bakti non stop kecuali sedikit dengan kelelahannya, namun pada malam harinya ketika mendengar taujih/ceramah dan motivasi (spirit perjuangan) dari Allahuyarham KH. Abdullah Said, maka bangkit kembali semangat juang para kader tersebut, ibarat mendapat air minum ketika kehausan seharian di sahara gunung pasir. 


Hidupkan dan Lestarikan

Fenomena dan kondisi tergambar di atas sungguh sangat luar biasa, betapa proses pengkaderan yang merujuk pada tarbiyah nabawiyah, membentuk militansi kader yang siap berjuang, ekspansi dakwah perjuangan di penjuru nusantara yang tidak biasanya dilakukan di lembaga manapun saat itu. 

Namun, sayangnya nilai kultur itu perlahan-pelan tergerus dengan berkembang luasnya kampus-kampus Pesantren dan bertambah pula kader kultural dan transformatif, tanpa diimbangi dengan pembinaan intensif. 

Olehnya itu, tidak ada cara lain kecuali terus melakukan pembinaan melalui marhalah dan halaqoh kader serta keterlibatan setiap kegiatan seperti kerja bakti dan lainnya terus dilakukan. Kemudian kontrol pelaksanaan GNH (Gerakan Nawafil) kader terus diintensifkan. Pegawai yang ada tidak sekedar bekerja jam formal, akan tetapi ikut peran aktif dalam setiap kegiatan.



Dengan kebijakan tersebut, akan mewujudkan kekuatan ukhuwwah, persaudaraan, kesolidan tim kerja yang baik, sehingga visi membangun kampus peradaban terus berproses menuju tujuan bersama. 


Manfaat Kerja Bakti

Aktivitas ini selain sebagai kerjasama gotong royong membersihkan lingkungan baik di masjid, kampus, sekolah, rumah dan lainnya. Juga tak kalah penting adalah membangun dan menguatkan ukhuwwah, silaturrahim, persaudaraan, kekeluargaan kader dan jama'ah. 

Tujuan kerja bakti ini juga untuk berolah raga menguatkan fisik jasadiyah, agar seluruh kader dan warga menjadi sehat dan terjaga kekompakannya. 

Kegiatan ini sudah jamak dilakukan masyarakat karena berdampak baik bagi lingkungan, kesehatan juga menjaga sikap persatuan dan kesatuan warga, serta kehidupan sosial. Terlebih warga kampus Pesantren.  

Namun, apabila ada kader/warga yang belum hadir pada kegiatan kerja bakti, sebab udzur/berhalangan syar'i, maka bisa dimaklumi tanpa ada kecurigaan atau buruk sangka, serta saling mendukung dan mendoakan

Semoga kita semua terus lestarikan dan hidupkan kembali kultur lembaga berupa kerja bakti agar cita-cita bersama menjadi visi kampus berperadaban dapat terwujud. Aamiin. Arief