Pondok Pesantren Hidayatullah Ternate menerima dan menyalurkan zakat, infaq, sedekah, fidyah, dan wakaf tunai Anda kepada yang berhak. Informasi lebih lanjut hubungi WA Center +62 812-4852-7607

Balas hinaan dengan Kasih Sayang dan Cinta


Kelembutan Hati Rasulullah SAW

Di salah satu sudut di dekat pintu kota Madinah hiduplah seorang pengemis buta yang memiliki kepercayaan Yahudi. Setiap kali ada orang yang mendekatinya, dia selalu berpesan, "Jangan pernah engkau dekati Muhammad. Dia itu orang gila, pembohong, dan tukang sihir."

Akan tetapi Rasulullah bukan menghardiknya atau sekadar meminta klarifikasi atas hasutannya itu. Nabi SAW justru rajin datang kepadanya dengan menenteng makanan.

Tanpa bicara sepatah kata pun, beliau lantas duduk di sebelah pengemis Yahudi buta itu. Setelah meminta izin, Rasulullah SAW pun menyuapi orang tadi dengan penuh kasih sayang. Hal itu dilakukannya rutin, bahkan kemudian menjadi kebiasaan setiap pagi.

Hingga suatu waktu, Allah SWT memanggil beliau. Rasulullah SAW sang kekasih Allah SWT wafat, menyisakan duka yang teramat dalam di tengah para keluarga, sahabat, dan kaum Muslimin pada umumnya.

Sementara itu, kepemimpinan umat sudah dilanjutkan Abu Bakar ash-Shiddiq. Sang khalifah ini memang sudah bertekad untuk mengikuti tradisi dan kebijakan-kebijakan peninggalan Rasulullah SAW. Bahkan termasuk rutinitasnya sehari-hari.

Suatu hari, Abu Bakar berkunjung ke rumah putrinya, Aisyah. Abu Bakar bertanya kepada anaknya yang juga istri Nabi SAW itu.

"Wahai putriku, adakah satu sunnah kekasihku (Rasulullah SAW) yang belum aku tunaikan?" tanya Abu Bakar.

Aisyah pun menjawab, "Wahai ayahku, engkau adalah seorang ahli sunnah, dan hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum engkau lakukan kecuali satu saja".

"Apakah itu?"

Kemudian Aisyah berkisah bahwa "Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang sering duduk di sana".

Maka keesokan harinya, Abu Bakar pergi ke pasar dengan membawa makanan. Dia pun bergegas menuju titik lokasi yang dimaksud, supaya berjumpa dengan si pengemis.

Betapa gembira Abu Bakar mendapati adanya seorang pengemis buta yang duduk di dekat sana. Setelah mengucapkan salam, Abu Bakar lalu duduk dan meminta izin kepadanya untuk menyuapinya.

Namun, di luar dugaan pengemis tadi malah murka dan membentak-bentak, "Siapakah kamu!?"

Abu Bakar menjawab, "Aku ini orang yang biasa menyuapimu."

"Bukan! engkau bukan orang yang biasa mendatangiku," teriak si pengemis lagi, "Jikalau benar kamu adalah dia, maka tidak susah aku mengunyah makanan di mulutku. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menghaluskan makanan terlebih dahulu dengan mulutnya sendiri. Barulah kemudian dia menyuapiku dengan itu," terang si pengemis sambil tetap meraut dengan wajah kesal.

Abu Bakar tidak kuasa menahan deraian air matanya, "Aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, Abu Bakar. Orang mulia yang senantiasa menyuapi anda itu telah tiada. Dia adalah Rasulullah Muhammad SAW."

Mendengar penjelasan Abu Bakar, pengemis tadi seketika terkejut. Dia lalu menangis keras. Setelah tenang, dia bertanya memastikan, "Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghina, memfitnah, dan menjelek-jelekan Muhammad. Padahal, belum pernah aku mendengar dia memarahiku sedikit pun. Dia yang selalu datang kepadaku setiap pagi dengan membawakan makanan. Dia begitu mulia."

Maka di hadapan Abu Bakar ash-Shiddiq, pengemis Yahudi buta itu mengucapkan dua kalimah syahadat. Demikianlah, dia masuk Islam karena menyadari betapa mulianya akhlak Rasulullah SAW. 

Inilah sikap Rasulullah SAW dalam menghadapi hinaan. Tak sedikitpun sikap marah dan kasar beliau tunjukkan meskipun setiap saat dicaci, dihina dan difitnah.


Marah merusak segalanya


Marah adalah bentuk emosi yang lumrah ada pada setiap manusia, namun wujudnya berbeda-beda. Secara istilah, اَÙ„ْغَضَبُ berarti perubahan emosi oleh kekuatan untuk menghilangkan perasaan tidak nyaman dan gemuruh di dada. Marah bisa membuat seseorang berbuat kekerasan terutama bagi mereka yang tidak memiliki kontrol emosi yang baik hingga menyebabkan apa yang diartikan sebagai kemarah yang tak bisa lagi dibendung (amat sangat marah).


Ada beberapa kerugian yang diakibatkan marah berlebihan diantaranya :


1. Hilangnya Kendali Diri

Mereka yang sudah dikuasai oleh amarah pastinya akan kehilangan kontrol atas diri sendiri sehingga tidak bisa berpikir jernih dan tidak mampu membedakan mana perbuatan yang baik mana yang buruk.


2. Merugikan diri sendiri

Baiknya, marah itu disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta tidak melenceng dari apa yang diperintahkan oleh Allah da Rasul-Nya. Jangan biarkan amarah menguasai kita, tetapi kita yang harus menguasai (mengendalikan) amarah tersebut. Sebab, marah yang berlebihan justru datangnya bukan karena kebaikan melainkan oleh hasutan setan dan iblis sehingga bisa berujung pada dosa.


3. Terjerumus pada maksiat

Marah yang tidak terkontrol dengan baik membuat seseorang mudah melakukan tindakan yang melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya. Ditambah dengan hasutan daripada setan dan iblis, jadilah seseorang yang pemarah menjadi mudah diajak pada perbuatan maksiat yang merugikan.


4. Adzab Allah menunggu

Seseorang yang tidak bisa mengontrol amarahnya dengan baik, menjadikan dirinya mudah terjerumus pada hal-hal yang tidak baik dan merugikan baik diri sendiri maupun orang lain.  Titik akhir daripada perbuatan marah yang merugikan dan berujung dosa itu tak lain adalah balasan daripada Allah SWT berupa adzab.


Kontrol Marah dan Solusinya


1. Tetaplah bersikap lemah lembut ketika marah jangan sampai dikuasai oleh amarah tersebut.

2. Segera berwudhu ketika marah.

3. Perbanyak berdzikir kepada Allah SWT.

4. Berusaha menahan amarah yang tidak perlu. Allah SWT berfirman yang artinya; ”Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memberi maaf orang lain, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q. S. Ali Imran ayat 134).

5. Mengubah posisi

Rasulullah SAW bersabda yang artinya; “Jika salah seorang di antara kalian marah ketika berdiri, maka hendaklah ia duduk. Apabila marahnya tidak hilang juga, maka hendaklah ia berbaring.” (H. R. Ahmad).

Sejatinya bagi seorang muslim, lebih legowo memberi maaf atas segala sesuatu yang menimpanya. Karena marah merupakan salah satu sumber malapetaka dimana seseorang dalam situasi marah cenderung tidak rasional ketika mengambil tindakan dan keputusan. Dari situasi marah ini pula banyak terjadi perpecahan dan putusnya silaturahim. Mulai dari sekedar cekcok hingga berakhir pembunuhan.

Semoga hati kita senantiasa dilembutkan oleh Allah SWT sehingga dapat terhindar dari sifat marah yang berlebihan. Wallahu a'lam