Oleh: Arif Ismail Hanafi*
Ketika berbicara tentang Micro Teaching selalu identik dengan satu metode proses keterampilan dalam mengajar seorang pendidik, baik sebagai dosen atau guru kepada siswa.
Sebagai sebuah proses pembelajaran mikro dalam skala kecil dan terbatas, micro teaching tentu memiliki peranan mendasar untuk melahirkan instruktur yang hebat. Untuk itu, dibutuhkan format pengelolaan yang aktual dan long term dalam rangka meningkatkan keterampilan trainer.
Namun dalam konteks pelatihan (training), terlebih dalam ToT (Training of Trainer), micro teaching bukan semata keterampilan penguasaan forum. Lebih dari itu, ia merupakan suatu metode penting dalam proses transformasi knowledge dan values kepada peserta.
Jadi, micro teaching adalah proses penyederhanaan kegiatan (latihan) mengajar atau transformasi ilmu pengetahuan, pengalaman dan nilai (values) dari seorang komunikator; pendidik, guru, dosen, (instruktur), kepada komunikan; siswa, mahasiswa (audiens), peserta ToT, dan lainnya.
Penguasaan Materi
Agar proses dan hasil training menjadi lebih maksimal dan efektif, maka menjadi satu keharusan bagi seorang calon mentor atau instruktur sebelum melakukan coaching, ia harus menguasai materi yang akan disampaikan, harus memiliki wawasan yang luas secara global.
Karenanya harus memperbanyak bahan literatur, baik dalam membaca, diskusi maupun belajar pengalaman dari diri dan orang lain. Hal ini tidak terbatas pada forum tertentu saja, namun dapat dikembangkan melalui upaya eksplorasi.
Metodologi Penyampaian
Inovasi dan kreativiatas dalam dialog interaktif adalah modal utama dalam menyajikan materi menjadi satu hal penting bagi seorang calon instruktur atau mentor dalam training of trainer agar dinamis dan efektif.
Sehingga perlu identifikasi segmen peserta, agar memudahkan penggunaan bahasa yang tepat dan sesuai.
Adab Mentor
Metode yang menarik tentu amat penting namun bila berlebihan dalam memperagakan atau komunikasi seorang calon instruktur kepada audiens peserta akan mengurangi kharismatik bahkan izzah seorang calon mentor.
Olehnya itu, menjaga akhlak atau adab bagi seorang calon instruktur sangat penting dalam dialog interaktif. Tidak kaku namun fleksibel, humoris dan dinamis.
Kekuatan Ruhiyyah
Desain dan penguasaan materi yang baik dengan metode yang menarik serta menjaga adab dalam proses transformasi ilmu pengetahuan dan pengalaman tidak akan berarti apa-apa, apabila seorang calon instruktur tidak menjaga spiritualnya. Karena itu kekuatan.
Agar betul-betul mendapat nilai substansinya, tidak sekedar tertanam kesadaran kognitif akan tetapi menghujam dalam jiwa dan terbentuk kesadaran visional, maka kekuatan doa menjadi syarat utama bagi seorang instruktut. Wallahu a’lam bishawab
*) Penulis adalah Ketua PW Pemuda Hidayatullah Maluku Utara